SELAMAT DATANG DI OYAYO.BLOGSPOT.COM

Sabtu, 08 Januari 2011

Makalah Penskoran dan Penilaian (Scoring & Grading)

BAB  I
PENDAHULUAN

Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. 
Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran atau pada akhir pembelajaran. Fokus penilaian pendidikan adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi yang ditentukan. Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran. Penilaian merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran. Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik.

BAB II
 PEMBAHASAN

A.    Penskoran dan Penilaian (Scoring & Grading)
Pensekoran  merupakan  langkah pertama dalam  proses pengolahan hasil tes pekerjaan siswa atau mahasiswa. Penskoran adalah suatu proses perubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka (mengadakan kuantifikasi). Sedangkan penilaian adalah proses menentukan nilai suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria tertentu, seperti Baik , Sedang, Jelek.
Angka-angka hasil pensekoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui proses pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0 – 10, 0 – 100, atau 0 – 4, dan ada pula yang menggunakan huruf A, B, C, D, dan E.
Cara menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes  yang dipergunakan, apakah  tes objektif atau tes essay. Untuk soal-soal objektif biasanya setiap jawaban benar diberi skor 1 (satu) dan  setiap jawaban yang salah diberi skor 0 (nol); total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari semua soal. Untuk soal-soal essay dalam penskorannya biasanya digunakan cara bobot (weighting) kepada setiap soal menutur tingkat kesukarannya atau banyak sedikitnya unsur yang harus terdapat dalam jawaban yang dianggap paling baik. Misalnya: untuk soal no. 1 diberi skor maksimum 4, untuk soal no. 3 diberi skor maksimum 6, untuk soal no. 5 skor maskimum 10, dan seterusnya.
          Di lembaga-lembaga pendidikan kita, masih banyak pengajaran yang melakukan penskoran soal essay, proses penskoran dan penilaiaan biasanya tidak dibedakan satu sama lain; pekerjaan siswa atau mahasiswa langsung diberi nilai, jadi bukan di skor terlebih dahulu. Oleh karena itu, hal ini sering kali menimbulkan terjadinya halo effect, yang bearti dalam penilaiannya itu diikut sertakan  pula unsur-unsur yang relevan seperti kerapian dan ketidak rapian tulisan, gaya bahasa, atau panjang-pendeknya jawaban  sehingga cenderung menghasilkan penilaian yang kurang andal. Hasil penilaian kurang objektif. Jika tes yang berbentuk soal-soal essay tersebut dinilai oleh lebih dari satu orang, sering kali terjadi perbedaan-perbedaan di antara penilaian, bahkan juga hasil penilaian  seseorang penilai sering kali  berbeda terhadap jawaban-jawaban yang sama dari soal tertentu. Kesalahan seperti ini tidak akan selalu  terjadi jika dalam pelaksanaannya diadakan pemisahan antara proses penskoran  dan penilaian.

   
Untuk penskoran soal-soal objektif sering dipergunakan rumus correction for quessing, atau dapat juga disebut sistem denda. Adapun rumus correction for quessing yang biasa dipakai adalah sebagai berikut: 
Untuk soal-soal multiple choise

S =  (karena n - 1 – 1)
Untuk soal-soal true false


Keterangan:
S              = skor yang dicari
Sigma R   = jumlah soal yang dijawab benar
Sigma W  = jumlah soal yang dijawab salah
n              = jumlah option (alternative jawaban tiap soal)
1  = bilangan tetap
          Di samping pendapat yang menganggap perlu digunakannya correction for guessing dalam penskoran, ada pula pendapat yang menganggap bahwa penggunaan rumus correction for guessing itu tidak ada gunanya dan bahkan tidak mengenai sasarannya. Adapun alasan dari pendapat yang terakhir ini dikemukan sebagai berikut:
1)   Dalam praktek sulit diketahui mana jawaban yang benar atau salah yang diperoleh sebagai hasil terkaan saja, dan mana yang bukan hasil terkaan.
2)   Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan kepada keadaan kita harus menarik perhatian kesimpulan tanpa memiliki data informasi yang lengkap sehingga kemampuan menggunakan pengetahuan yang tidak lengkap menjadi suatu tujuan mata ajaran tertentu. Misalnya, sulit bagi kita untuk membedakan secara halus antara nilai 5  , 5 , 5    dan sebagainya. Persoalan ini akan lebih dipersulit lagi dengan adanya kebiasaan yang salah dari para penilai atau pengajar yang hanya memakai rentangan angka 5 – 8, ada yang memakai 5 – 7, dan semacamnya  sehingga kualitas yang sama tidak dilukiskan dengan nilai yang sama. Atau dengan kata  lain, untuk kualitas kemampuan atau penguasaan yang sama terlukiskan dalam angka berbeda-beda.
          Dari  uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di satu pihak kita lihat adanya peranan penting yang diberikan kepada nilai-nilai sebagai symbol prestasi akdemis siswa atau mahasiswa, tetapi dilain pihak kita melihat pula adanya kekurangan cara pemberiannya.
          Ada beberapa kekurangtepatan dalam cara pemberian nilai yang lazim dilakukan di hampir semua tingkat lembaga pendidikan. Pertama, apabila pemberian nilai itu mempergunakan “standar mutlak di luar situasi pengajaran”, misalnya dengan mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna kecuali Tuhan sehingga nilai 10 melambangkan kesempurnaan dan tidak pernah diberikan, nilai 9 hanya untuk guru yang mengajarkan sehingga yang berhak diterima oleh para siswa dan mahasiswa hanyalah nilai 8 ke bawah.
          Cara kedua yang juga kurang dapat dipertanggungjawabkan ialah yang membedakan cara menilai  dalam pengajaran ilmu eksakta dengan cara menilai ilmu-ilmu sosial (yang bertolak dengan pendapat bahwa dalam ilmu-ilmu sosial tidak terdapat jawaban yang eksak betul atau salah).
          Cara menilai ketiga yang juga perlu dihindari ialah dimasukannya unsur-unsur yang tidak relevan dengan tujuan tes dalam mempertimbangkan pemberian nilai seperti kerapian tulisan, penjang pendeknya uraian jawaban, atau sikap sopan santun dalam menjawab (biasanya dalam ujian lisan).  Tentu saja, dalam hubungan dengan tujuan lain, hal-hal seperti ini mungkin perlu juga mendapat perhatian dan diberi nilai, tetapi sebaiknya penilaian dilakukan tersendiri. Jika tidak, maka nilai-nilai yang diberikan itu menjadi tidak valid lagi
          Di samping ketiga cara seperti yang telah diuraikan di atas, dewasa ini sekolah-sekolah kita mulai terkenal dengan  cara penilaian yang menggunakan dasar perhitungan kurva normal dengan menggunakan deviasi standar dan mean seperti antara lain kita lihat dalam mengkonversikan skor-skor ke dalam nilai standar 0 – 10, untuk selanjutnya dimasukan ke dalam raport atau STTB.
B.     Prosedur Penilaian
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.  Permendiknas No. 22 tahun 2006 menyatakan bahwa Standar Isi (SI) untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Di dalam SI dijelaskan bahwa kegiatan pembelajaran dalam KTSP meliputi tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Tatap muka adalah pertemuan formal antara pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran di kelas.
Penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik, sedangkan waktu penyelesaian kegiatan mandiri tidak terstruktur diatur sendiri oleh peserta didik. Sejalan dengan ketentuan tersebut, penilaian dalam KTSP harus dirancang untuk dapat mengukur dan memberikan informasi mengenai pencapaian kompetensi peserta didik yang diperoleh melalui kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Berbagai macam teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Teknik penilaian yang dimaksud antara lain melalui tes, observasi, penugasan, inventori, jurnal, penilaian diri, dan penilaian antarteman yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. 
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian ini dilaksanakan dalam bentuk penugasan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Berbagai macam ulangan dilaksanakan dengan menggunakan teknik dan instrumen yang sesuai dengan kebutuhan.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk:
(a) Menilai pencapaian kompetensi peserta didik,
(b) Bahan penyusunan laporan hasil belajar,
(c) Memperbaiki proses pembelajaran.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen baik tes maupun nontes atau penugasan yang dikembangkan sesuai dengan karateristik kelompok mata pelajaran. Penilaian yang dilakukan oleh pendidik harus terencana, terpadu, menyeluruh, dan berskesinambungan. Dengan penilaian ini diharapkan pendidik dapat:
(a) Mengetahui kompetensi yang telah dicapai peserta didik,
(b) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik,
(c) Mengantarkan peserta didik mencapai kompetensi yang telah ditentukan,
(d) Memperbaiki strategi pembelajaran,
(e) Meningkatkan akuntabilitas sekolah.
          Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan. 
2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
          Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Penilaian ini meliputi:
a. Penilaian akhir untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Penilaian akhir digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan harus mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik;
b. Ujian Sekolah untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi (yang tidak dinilai melalui Ujian Nasional) dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. Ujian Sekolah juga merupakan salah satu persyaratan untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
3. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
          Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN). Pemerintah menugaskan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk menyelenggarakan UN, dan dalam penyelenggaraannya BSNP bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan satuan pendidikan. UN didukung oleh sistem yang menjamin mutu kerahasiaan soal yang digunakan dan pelaksanaan yang aman, jujur, adil, dan akuntabel. Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk :

(a) Pemetaan mutu satuan pendidikan,
(b) Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya,
(c) Penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan,
(d) Pembinaan   dan
  pemberian   bantuan   kepada   satuan  pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. 

          Kriteria kelulusan UN dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Peserta UN memperoleh Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara UN. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
(a) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran,
(b) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan
(c) Lulus ujian sekolah/madrasah dan (d) lulus ujian nasional.

C.    Prinsip-Prinsip Penilaian
          Dalam masalah pengukuran dan penilaian prestasi belajar siswa dan mahasiswa bukanlah pekerjaan yang mudah, yang dapat dilakukan secara intuitif atau secara trial and error saja. Untuk dapat melakukan pengukuran dan penilaian secara efektif diperlukan latihan dan penguasaan teori-teori yang relevan dengan tujuan dari proses belajar mengajar sebagai bagian yang tidak terlepas dari kegiatan pendidikan sebagai suatu sistem.
   sehubungan dengan itu, dalam pembahasan ini akan dibicarakan prinsip penilian yang perlu diperhatikan sebagai dasar dalam pelaksanaan penilaian. Ada beberapa prinsip penilaian itu alalah sebagai berikut:
1.    Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang konprehensif.   Ini bearti bahwa penilaian didasarkan atas sampel prestasi yang cukup banyak, baik macamnya maupun jenisnya. Untuk itu dituntut pelaksanaan penilaian secara sinambungan dan penggunaan bermacam-macam teknik pengukuran.
2.    Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dan penilaian (grading). Penskoran bearti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka hasil kuantifikasi prestasi itu dalam hubungannya dengan “kedudukan” persoalan siswa dan mahasiswa yang memperoleh angka-angka tersebut di dalam skala tertentu, misalnya tentang baik-buruk, bisa diterima-tidak bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus. Dalam penskoran, perhatian  terutama ditujukan kepada kecermatan dan kemantapan (accury dan reability); sedangkan dalam penilaian perhatian terutama ditujukan kepada vadilitas dan kegunaan.
3.    Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua macam orientasi, yaitu penilaian yang Norm-referenced dan yang criterion-referenced. Norm-referenced evalution adalah penilaian yang diorentasikan kepada suatu kelompok tertentu; jadi, hasil evaluasi perseorangan siswa atau mahasiswa dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Prestasi kelompoknya itulah yang dijadikan patokan dalam menilai siswa atau mahasiswa secara perseorangan.
4.    Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar-mengajar. Ini berarti bahwa tujuan penilaian, di samping untuk mengetahui status siswa dan menaksirkan kemampuan belajar serta penguasaannya terhadap bahan pelajaran, juga digunakan sebagai feedback (umpan balik), baik kepada siswa sendiri maupun bagi guru atau pengajar. Dari hasil tes, pengajar dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa tertentu sehingga selanjutnya ia dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang diperbuatnya.
5.    Penilaian harus bersifat komparabel. Artinya, setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus memperoleh nilai yang sama pula. Atau, jika dilihat dari segi lain, penilaian harus dilakukan secara adil, jangan sampai terjadi peng-anakemasan. Penilian yang tidak adil mudah menimbulkan frustasi pada siswa dan mahasiswa, yang selanjutnya dapat merusak perkembangan psikis siswa dan mahasiswa sehingga pembentukan afektif dirusak karenanya.
6.    Sistem penilaian yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar sendiri. Sumber ketidakberesan dalam penilaian terutama adalah tidak jelasnya sistem penilaian itu sendiri bagi para guru atau pengajar; apa yang dinilai serta macam skala penilaian yang dipergunakan dan makna masing-masing skala itu.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

          Penskoran adalah suatu proses perubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka (mengadakan kuantifikasi). Sedangkan penilaian adalah proses menentukan nilai suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria tertentu, seperti Baik , Sedang, Jelek.
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. 
Ada beberapa prinsip penilaian itu alalah sebagai berikut:
1.    Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang konprehensif.
2.    Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dan penilaian (grading).
3.    Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua macam orientasi, yaitu penilaian yang Norm-referenced dan yang criterion-referenced.
4.    Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar-mengajar.
5.    Penilaian harus bersifat komparabel. Artinya, setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus memperoleh nilai yang sama pula.
6.    Sistem penilaian yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar sendiri. 

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta
Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara
Purwanto, M. Ngalim. 2006. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:  Remaja Rosdakarya.
Sudjana, Nana. 1990. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

2 komentar: