KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Perkembangan Pendidikan Masa Daulah Umayyah I dan II”. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pebimbing mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai perkembangan pendidikan masa Daulah Umayyah I dan II. Makalah ini dianjurkan untuk dibaca oleh mahasiswa sebagai dasar dan pijakan di masa mendatang, supaya kita jangan sampai melupakan sejarah.
Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini yang penuh dengan keterbatasan kekurangan. Dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari pembaca guna peningkatan dan perbaikan pada pembuatan makalah mendatang.
Petaling, 30 September 2010
Penyusun
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan pendidikan semakin hari semakin maju hal itu tidak terlepas dari sejarah pendidikan di masa lalu. Jadi peranan kita sangat penting untuk mempelajari sejarah pendidikan apalagi kita sebagai generasi penerus jangan sampai melupakan sejarah. Kita sebagai orang Islam dan menuntut ilmu di Universitas Islam tentunya harus paham akan sejarah pendidikan di masa lalu. Hal ini perlu agar kita mampu menganalisa dan mengambil ibrah dari setiap peristiwa yang pernah terjadi.
Dalam makalah kali ini akan dibahas mengenai perkembangan pendidikan masa Daulah Umayyah I dan II. Dan untuk lebih detailnya tentang perkembangan pendidikan di Damaskus dan Andalusia ini akan diuraikan dalam bab Pembahasan.
Dengan segala keterbatasan tim penulis, maka dalam makalah ini tidak akan
dijabarkan satu persatu secara rinci, tapi akan dibahas inti dari perkembangan pendidikan masa daulah umayyah I dan II pada waktu itu.
dijabarkan satu persatu secara rinci, tapi akan dibahas inti dari perkembangan pendidikan masa daulah umayyah I dan II pada waktu itu.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah sebagaimana tertuang dalam kata pengantar, meliputi:
1. Bagaimana sejarah perkembangan pendidikan daulah Umayyah I di Damaskus dan siapa saja tokoh-tokoh pendidikan pada masa itu ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan pendidikan daulah Umayyah II di Andalusia ?
Demikianlah sedikit gambaran mengenai isi makalah ini yang tim penulis buat.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Masa Bani Umayah I
Benturan firgah-firgah di kalangan ummat Islam, khususnya dalam bidang politik, berakhir dengan kemenangan Muawiyan bin Abi Sufyan, yang memproklamirkan bani Ummayah, sebagai pemimpin daulah Islamiyah. Setelah negara dalam keadaan aman, mulailah ia membangun. Pembangunan bidang fisik: menata system pemerintahan, memperlancar dan memajukan ekonomi perdagangan dan mengembangkan bidang kebudayaan.
Salah satu aspek dari kebudayaan adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Kalau masa Nabi dan khulafaur ar-Rasyidin perhatian terpusat pada usaha untuk memahami al-Qur`an dan Hadits Nabi untuk memperdalam akidah, akhlak, ibadah, muammalah dan kisah-kisah al-Qur`an, maka perhatian sesudah itu sesuai dengan kebutuhan zaman, tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam.
Ibu kota daulah Ummayah pindah ke Damaskus suatu negeri tua di Syam yang telah penuh dengan peninggalan kebudayaan maju sebelumnya. Di daerah tersebut terdapat kota-kota pusat kebudayaan seperti, Yunani, Iskandariyah, Antionika yang di kembangkan oleh ilmuan-ilmuan beragama Yahudi, Nasrani, dan Zoroaster. Kehadiran mereka sedikit banyak mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahun.
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Pada masa ini peletakan dasar-dasar dari kemajuan pendidikan dimunculkan. Intelektual muslim berkembang pada masa ini[1]. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, amuoun seni suara.
Pada masa khalifah-khalifah Rasyidin dan Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hampir sama seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok-pokok Agama Islam. Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tinggi gurunya ulama yang dalam ilmunya, masyhur ke’aliman dan kesalehannya.
Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di Masjid pada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu tempat yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:
a. Belajar membaca dan menulis.
b. Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya.
c. Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan
b. Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya.
c. Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan
sebagainya.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a. Al-Qur’an dan tafsirannya.
b. Hadis dan mengumpulkannya.
c. Fiqh (tasri’).
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a. Al-Qur’an dan tafsirannya.
b. Hadis dan mengumpulkannya.
c. Fiqh (tasri’).
Pemerintah dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu.
Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Hadist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, saraf, dan lain-lain.
4. Budang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
Ada dinamika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam pada waktu itu, yakni dibukanya wacana kalam yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana dipahami dari konstitusi sejarah Bani Umayyah yang bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang orang yang berbuat dosa besar, wacana kalam tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun wacana ini dilatar belakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigma berpikir secara mandiri.
Pola pendidikan pada periode Bani Umayyah telah berkembang jika dilihat dari aspek pengajarannya, walaupun sistemnya masih sama seperti pada masa Nabi dan khulafaur rasyidin. Pada masa ini peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Negara.
B. Madrasah/ Universitas Pada Masa Bani Umayyah
Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut: di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz), di kota Basrah dan Kufah (Irak), di kota Damsyik dan Palestina (Syam), di kota Fistat (Mesir).
Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1. Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.
2. Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
3. Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
4. Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.
5. Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
6. Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya. Karena pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah, pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam.
C. Tokoh-tokoh Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah. Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij Ulama-ulama Hadist:Ø Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan guru diberikannya kepada murid, sehingga menjadi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istilah kita sekarang. Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist) Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masaØ bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid
Kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
Kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa sepertiØ Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliah pun muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710). sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 79\04/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.
D. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Pedidikan Masa Bani Ummayah II
Sudah kita ketahui bahwa Abbasiyah mempunyai kekuasaan secara penuh hanya pada periode 100 tahun pertama. Pada periode selanjutnya pemerintahan Abbasiyah sebagai pemerintahan pusat melemah. Dalam kondisi seperti itu Negara-negara Provinsi berusaha untuk melepaskan diri dan medirikan kekuatan-kekuatan baru menyaingi Abbasiyah, sehingga kota Baghdad tidak lagi menjadi satu-satunya kota international. Daulah-daulah kecil berlomba-lomba untuk maju,terutama dalam bidang peradaban ilmu pengetahaun. Di Andalus (Spanyol) muncul bani Ummayah II yang berikota Cordova. Di Sisilia ada kerajaan Normandia, walaupun beragama Kristen tapi memajuan peradaban dan ilmu pengetahun Islam. Kerajaan-kerajaan kecil ini pada masanya masing-masing ikut andil memajukan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Pemisahan Andalusia dari Bagdad secara politis, tidak berpengaruh terhadap transmisi keilmuan dan peradaban antara keduanya. Banyak muslim Andalusia yang menuntut Ilmu di negeri Islam belahan timur itu, dan tidak sedikit pula para ulama dari timur yang mengembangkan ilmunya di Andalusia. Kebanyakan umat Islam menganut paham Maliki dimana dasar pemikiran hukumnya adalah hadits. Perhatian muslim Andalusia terhadap hadits Rasululllah Saw amat besar pada waktu itu. Mahzab ini diperkenalkan pertama kali oleh Ziyad ibn Abd al-Rahman Ibn Ziyad
al-lahmi. Tokoh lain yang tidak kalah populernya dalam pengembangan ilmu fiqih
ialah Abu Bakar Muhmmad ibn Marwan ibn Zuhr.
al-lahmi. Tokoh lain yang tidak kalah populernya dalam pengembangan ilmu fiqih
ialah Abu Bakar Muhmmad ibn Marwan ibn Zuhr.
Di bawah kekuasaan Umawiyah II, kebudayaan Andalus dapat dikatakan masih berupa rintisan, terutama dalam bidang kesustraaan, arsitektur, dan intelektual. Sebagai perintis Abd Rahman al-Dakhil mengusahakan terjadinya persatuan penduduk seluruh Andalus yang terdiri dari etnis Arab, Barbar, Slavia, Andalus, Yahudi, sehingga pemerintahannya stabil. Abd Rahman al-Dakhil (756-788 M) memerintah selama 32 tahun, memindahkan ibu kota dari Toledo ke Cordova.
Dalam bidang kesustraan Abd Rahman al-Dakhil, sebagai seorang yang mencintai syair-syair Arab, sangat mendorong bserkembangnya bidang ini sehingga bermunculan ahli-ahli sastra Arab yang diilhami oleh kemajaun kesustraan di Dunia Islam bagian Timur.
Dalam bidang seni bangunan (arsitektur), Abd Rahman al-Dakhil merintis membangun kota Cordova lengkap dengan istana, taman, dan masjid. System pengairan diatur sehingga kota mampu mensuplai air bersih untuk keperluan minum. Masjid Cordova yang dibangun tahun 786 oleh Abd Rahman al-Dakhil mempunyai pola dasar bentuk masjid bani Ummayah Damaskus. Masjid ini diperbesar oleh Abd Rahman II dan al-Hakam II sehingga menjadi sangat indah. Menurut pakar arkeologi istana ini merupakan perpaduan seni bangunan gaya Byzantium dan Islam, dilengkapi dengan kolam air mancur dan patung mansusia yang indah.[2]
Abd Rahman III dan anaknya Al-Hakam II juga sangat mencintai buku. Mereka berdua membangun perpustakaan besar di Cordova sehingga menjadi perpustakaan di Eropa pada waktu itu. Haman II mencari dan membeli buku yang menarik dan sulit diperoleh. Ia sendiri menulis surat kepada setiap penulis kenamaan untuk memperoleh naskah dari karya-karya penulis dan membayar dengan jumlah yang mahal. Dengan jalan ini ia mengumpulkan perpustakaan yang sangat luas sehingga katalognya mencapai jumlah 44 jilid.
Bidang ilmu ke-Islaman yang berkembang saat itu antara lain fiqh, hadits, tafsir, ilmu kalam, ilmu sejarah, tata bahasa Arab, dan filsafat. Hal yang terpenting dalam perkembangan ilmu pemgetahuan pada masa ini adalah perhatian yang tinggi dari penguasa terhadap pendidikan. Ilmu agama yang berkembang amat pesat adalah Ilmu Qira’at, yaitu ilmu yang membahas lafadh-lafadh Al-Qur’an yang baik dan benar. Abu Amr al-Dani Utsman ibn Said adalah ulama ahli Qira’at kenamaan dari Andalusia yang mewakili generasinya. Sejalan dengan perkembangan filsafat, berkembang pula ilmu-ilmu lain. Ilmu pasti yang banyak digemari bangsa Arab berpangkal dari buku India Sinbad yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Ibrahim al-Fazar.
Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan filsafat pada masa itu tidak terlepas kaitannya dari kerjasama yang harmonis antara penguasa, hartawan dan ulama. Umat Islam di Negara-negara Islam pada masa itu berkeyakinan bahwa memajukan ilmu pengetahuan dan kebudayaan umumnya, merupakan salah satu kewajiban pemerintahan. Kesadaran kemanusiaan dan kecintaan akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh para pendukung ilmu telah menimbulkan hasrat untuk mengadakan perpustakaan-perpustakaan, disamping mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Sekolah dan perpustakaan, baik perpustakaan umum maupun perpustakaan pribadi, banyak dibangun di berbagai penjuru kerajaan, sejak dari kota-kota besar hingga ke desa-desa.
Andalusia pada kala itu sudah mencapai tingkat peradaban yang sangat maju, sehingga hampir tidak ada seorang pun penduduknya yang buta huruf. Dari Andalusia ilmu pengetahuan dan peradaban arab mengalir ke negara-negara Eropa Kristen, melalui kelompok-kelompok terpelajar mereka yang pernah menuntut ilmu di Universitas Cordova, Malaga, Granada, Sevilla atau lembaga-lembaga ilmu pengetahuan lainnya di Andalusia.
Thanks ya sob udah berbagi ilmu .....................
BalasHapusbisnistiket.co.id