SELAMAT DATANG DI OYAYO.BLOGSPOT.COM

Sabtu, 08 Januari 2011

Macam-Macam Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konsling

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari keseluruhan program pendidikan. Program bimbingan menunjang tercapainya tujuan pendidikan yaitu perkembangan individu secara optimal. Oleh karena itu, kegiatan bimbingan dan konseling harus diselenggarakan dalam bentuk kerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan. Kegiatan itu harus diselenggarakan secara teratur, sistematik dan terarah atau berencana, agar benar-benar berdaya dan berhasil guna bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa.
Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, bahwa pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.
 Dalam ketujuh layanan bimbingan konseling tersebut dilakukan agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar secara optimal tanpa mengalami hambatan dan permasalahan pembelajaran yang cukup berarti.
Realitas di lapangan, menunjukkan bahwa peran guru kelas dalam pelaksanaan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara optimal mengingat tugas dan tanggung jawab guru kelas yang sarat akan beban sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling kurang membawa dampak positif bagi peningkatan prestasi belajar siswa.
Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak adanya kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah, tidak hanya dengan layanan saja, tetapi harus ada kegiatan pendukungnya.
Berdasar latar belakang tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan telaah mengenai kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.

B.   Identifikasi Masalah
1).  Pengertian Kegiatan Pendukung
2).  Macam-Macam Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling

C.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka persoalan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah bagaimana sebetulnya tujuan dari 5 aspek kegiatan pendukung yang dilakukan?

  
BAB II
                                                                      PEMBAHASAN            
A.   Pembahasan Pokok Bahasan
1.    Pengertian Kegiatan Pendukung bimbingan dan konseling
Kegiatan pendukung bimbingan dan konseling adalah usaha untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang diri peserta didik (klien) dan  keterangan tentang lingkungannya, baik itu di lingkungan keluarga, sekolah, ataupun dilingkungan sekitarnya.
Kegiatan ini dimaksudkan agar para pembimbing dan dosen lebih mudah memahami potensi dan kekuatan, serta masalah yang dihadapi klien. dengan kegiatan pendukung ini diharapkan akan terkumpul data-data yang akurat yang dihadapi oleh seorang klien.

2.    Macam – Macam Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
A.      APLIKASI INSTRUMENTASI
I.         Makna
Aplikasi instrumentasi dapat bermakna upaya pengkapan melalui pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau instrumentasi tertentu. Atau kegiatan yang menggunakan instrument untuk mengungkapkan kondisi tertentu atas diri siswa.
            Kondisi dalam diri klien (siswa) perlu diungkapkan melalui aplikasi instrumentasi dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling untuk memperolehpemahamana tentang klien (siswa) secara lebih cepat. Upaya pengungkapan sebagai aplikasi instrumentasi dapat dilakukan melalui tes dan non tes. Hasil aplikasi intrumentasi selanjutnya digunakan untuk memberikan pelakuan secara tepat kepada klien (siswa) dalam bentuk layanan bimbingan  dan konseling.
II.      Tujuan
Secara umum, tujuan aplikasi instrumentasi adalah supaya diperoleh data tentang kondisi tertentu atas diri klien (siswa). Data yang diperoleh melalui aplikasi intrumentasi selanjutnya digunakan sebagai bahan perimbangan untuk penyelenggaraan bimbingan dan konseling khuhusnya di sekolah akan lebih efektif dan efesien.
          Secara khusus, aplikasi instrumentasi bertujuan untuk memahami kondisi klien (siswa) seperti potensi dasarnya, bakat dan minatnya, kondisi diri dan lingkungannya, masalah-masalah yang dialami, dan lain sebagainnya. Dengan aplikasi intrumentasi ini dapat memberikan bantuan kepada klien (siswa) sesuai dengan kebutuhan dan masalah-masalah yang dialami klien, lebih lanjut, tentu dapat mencegah dan mengatasi klaien dari masalah-masalah yang dialaminya.

III.   Komponen
Komponen- komponen yang terkait dan sinergi dengan aplikasi intrumentsi adalah instrument itu sendiri (materi yang diungkapkan dan bentuk intrumen), responden, dan penggunaan.
Pertama,  instrumen. Terkait dengan instrument, ada dua subkomponen yang tidak bisa dipisahkan, yaitu materi yang akan diungkapkan melalui instrument dan bentuk instrument itu sendiri.  Materi yang diungkapkan tentang klien itu melalui instrument tertentu misalnya: (a) kondisi fisik individu (siswa) seperti keadaan jasmani dan kesehatan, (b) kondisi dasar psikologi individu seperti : potensi dasar, bakat, minat dan sikap, (c) kondisi dinamika fungsional psikologis, (d) kondisi atau kegiatan hasil belajar, (e) kondisi hubungan sosial, (g) kondisi arah pengembangan dan kenyataan karier, (h) permasalahan yang sedang dialami individu. Sedangkan bentuk instrumen  yang dimaksud ialah alat yang digunakan untuk  mengungkapkan data klien apakah tes atau nontes seperti angket dan sebagainnya.
Kedua responden, yang dimaksud responden di sini adalah individu-individu yang mengerjakan instrumen baik tes maupun nontes melalui pengadministrasian yang dilakukan oleh konselor (pembimbing).
Ketiga, penggunaan instrument. Yang dimaksud dengan penggunaan instrument adalah pihak-pihak yang daapt menggunkan instrumen-instrumen tertentu sesuai dengan kewenangannya. Misalnya, instrumen tes psikologis untuk mengungkapkan kondisi kepribadian siswa yang hanya digunakan oleh para psikolog yang memiliki kaidah profesional.
IV.   Teknik
Sebelum instrumen tertentu diterapkan, terlebih dahulu diadakan analisis yang  mendalam tentang perlunya instrumen tertentu diaplikasikan terhadap siswa atau sekelompok siswa. Kesesuian antara jenis instrumen dengan responden, penyelenggara administrasi instrumen, dan penggunaan hasil instrumen  sangat menentukan keberhasilan layanan. Untuk itu perlu dilakukan  hal-hal sebagai berikut:
a.       Penyiapan instrumen
b.      Pengadministrasian instrumen
c.       Pengelolaan dan pemaknaan  jawaban responden
d.      Penyampaian hasil instrumen
e.       Penggunaan hasil instrumen
V.      Pelaksanaan Kegiatan
     Kegiatan aplikasi instrumentasi merupakan suatu proses dimana pelaksanaannya menempuh tahapan-tahap tertentu. Adapun tahapan kegiatannya adalah: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis evaluasi, tindak lanjut, dan pembuatan laporan.

B.       HIMPUNAN DATA
I.         Makna
Makna himpunan data deskripsi atau gambaran, keterangan atau catatan tentang sesuat. Dikaitkan dengan siswa, data bisa bearti gambaran, keterangan atau catatan tentang siswa. Himpunan  data dapat bermakna suatu  upaya penghimpunan, penggolongan-penggolongan, dan pengemasan data dalam bentuk tertentu. Himpunan data juga bermakna usaha-usaha untuk memperoleh data tentang perserta didik, menganalisis dan menafsirkan, serta menyipannya.

II.      Tujuan
Penyelenggaraan himpunan data bertujuan untuk memperoleh pengertian yang lebih luas, lebih lengkap, dan lebih mendalam tentang masing-masing peserta didik dan membantu siswa memperoleh pemahaman diri sendiri. Penyelenggaraan himpunan data juga bertujuan untuk menyediakan data yang berkualitas dan lengkap guna menunjang penyelenggaraan pelayanan bimbingan  dan konseling. Dengan adanya data yang berkualitas diharapkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling dapat terselenggara dengan  efektif dan efesien.

III.   Komponen
Penyelenggaraan himpunan data atau pengumpulan  data terkait dengan tiga komponen pokok, yaitu jenis data itu sendiri, bentuk himpunan data, dan penyelenggaraan himpunan  data.
Pertama, jenis data. Data yang dihimpun dari siswa mencakup: (a) data psikologis seperti kemampuan intelektual, bakat khusus, arah minat, cita-cita hidup, dan sifat-sifat kepribadian, (b) data sosial seperti: latar belakang keluarga siswa, status sosial siswa di sekolah, dan lingkungan sosial siswa.
     Priyitno (2004) mengelompokan empat jenis data, yaitu data pribadi, data kelompok, data umum, dan data khusus.
Kedua, bentuk himpunan data. Semua data yang terhimpun dalam himpunan data dapat berupa rekaman: tulisan, angka, gambar pada lembar kertas, slide, film, serta rekaman audio, dan video.
          Ketiga, penyelenggaraan himpunan data. Pembimbing di sekolah merupakan penyelenggara himpunan data yang memiliki tiga tugas utama yaitu: (a) menghimpun data yang mencakup data pribadi, data kelompok dan umum, (b) mengembangkan sumber data yang bersifat langsung, luas, dan lancer, dan (c) menggunakan data untuk layanan bimbingna dan konseling.

IV.   Teknik
Untuk memperoleh data yang lengkap, teratur, dan efektif sehingga dapat menunjang pelayanan bimbingan dan konseling secara efektif pula, pembimbing perlu menerapkan beberapa teknik seperti aplikasi intrumen, penyusunan  dan penyimpanan data, penggunaan perangkat komputer, tenaga administrasi.
­­



V.      Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan himpunan data meliputi tahap-tahap sebagai berikut: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, amalisis hasil evaluasi, tindak lanjut, dan laporan.

C.      KONFRENSI KASUS
I.         Makna
Kasus bisa bermakna kondisi yang mengandung permasalahan tertentu. Dikatakan kasus karena kondisi-kondisi yang mengandung masalah tertentu, hanya terjadi pada individu atau sekelompok individu tertentu saja dan tidak terjadi pada individu atau sekelompok individu yang lain. Konfrensi kasus merupakan forum terbatas yang dilakukan oleh pembimbing atau konselor guna membahas suatu permasalahan dan arah pemecahannya.

II.      Tujuan
Secara umum konfrensi kasus bertujuan untuk mengumpulakan data secara luas dan akurat serta menggalang komitmen pihak-pihak yang terkait dengan kasus (masalah tertentu) dalam rangka pemecahan masalah. Secara khusus  tujuan konfrensi kasus berkenaan dengan fungsi-fungsi tertentu layanan bimbingan dan konseling. Berkenaan dengan fungsi pemahaman, semakin lengkap dan akurat data tentang permalahan yang dibahasa, maka semakin dipahami secara mendalam permasalahan itu oleh konselor dan pihak-pihak lain yang hasdir dalam konferensi kasus.
­­­
III.   Komponen
Ada tiga komponen utama dalam konferensi kasus, yaitu kasus itu sendiri, peserta dan pembimbing. Pertama, kasus-kasus yang dibahas dalam konferensi kasus dapat mencakup: (a) masalah klien yang sedang dialami, (b) masalah yang dialami seseorang atau beberapa orang yang belum ditangani konselor, (c) kondisi lingkungan yang berpotensi bermasalah, (d) laporan  terjadinya masalah tertentu, (e) isu yang patut ditanggapi dan memperoleh penanganan yang memadai.
Kedua, peserta. Para peserta dalam konferensi kasus pada dasarnya adalah semua pihak yang terkait dengan kasus dan permasalahan yang dibahas.
Ketiga, konselor merupakan penyelenggara konferensi kasus mulai perencanaan, pelaksanaan, penggunaan hasil, hingga pelaporan secara menyeluruh.

IV.   Teknik
Implementasi konferensi kasus dapat menerapkan beberapa teknik sebagai berikut: pertama, kelompok nonformal. Konferensi kasus menggunakan taknik ini bersifat tidak resmi,artinya tidak menggunakan cara-cara tertentu yang bersiifat instruksional. Atau tidak intruksi atau perintah dari siapa pun.
Kedua, pendekatan normatif. Penerapan teknik ini harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) Penyebutan nama seseorang harus disertai penerapan asas kerahasiaan. (b) Pengungkapan sesuatu dan pembahasannnya harus didasarkan tujuan yang positif. (c) Pembicaraan dalam suasana bebas dan terbuka. (d) Diminta kelompok diwarnai semangat member dan menerima. (e) Bahasa dan cara-cara yang digunakan diwarnai oleh asas kenormatifan.
Ketiga, pembicaraan terfokus. Semua peserta konferensi bebas mengambangkan apa yang diketahui, dipikirkan, dirasakn, dialami, dan dibayangkan akan terjadi berkaitan dengan kasus yang dibicarakan meluas di luar konteks, mengada-ada, apalagi sampai menyentuh daerah yang menyinggung peribadi-pribadi tertentu.

V.      Pelaksanaan Kegiatan
Konferensi kasus dapat dilaksanakan dimana saja, ditempat konselor bertugas dan mempraktikan pelayanan profesional, di sekolah yang menyangkut siswa atau personil sekolah dan ditempat-tempat yang lainnya. Atau dibuat kesepakatan antara konselor dan peserta serta pihak yang bertanggung jawab atas tempat tertentu. Prinsipnya, tempat berlangsungnya konferensi kasus harus nyaman dan kondusif mendukung pelaksanaan konferensi kasus sesuai dengan tuntunan asas-asas bimbingan dan konseling.


D.      KUNJUNGAN RUMAH
I.         Makna
Kunjungan rumah bisa bermakna upaya mendeteksi kondisi keluarga dalam kaitannya dengan   permasalahan individu atau siswa yang menjadi tanggung jawab pembimbing dalam pelayanan bimbingan dan konseling (Prayitmo, 2004). Kunjungan rumah dilakukan apabila data siswa untuk kepentingan pelayanan bimbingan dan konseling belum atau tidak diperoleh melalui wawancara dan angket. Selain itu. Kunjungan rumah juga perlu dilaklukan untuk melakukan cek silang berkenaan dengan data yang diperoleh melalui angket dan wawancara.


II.      Tujuan
Secara umum, kunjungan rumah bertujaun untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan akurat tentang siswa berkenaan  dengan masalah yang dihadapinya. Selain itu, juga bertujuan untuk menggalang komitmen antara orang tua dan anggota keluarga lainnya denga pihak sekolah , khususnya berkenaan dengan pemecahan masalah. Menurut Winkel (1991), kunjungan bertujuan  untuk mengenal lebih dekat lingkungan hidup siswa sehari-hari.

III.   Komponen
Ada tiga komponen pokok berkenaan dengan kunjungan rumah, yaitu kasus, keluarga, dan konselor.
Pertama. Kasus. Kunjungan rumah difokuskan pada penangannan kasus yang dialami oleh klien (siswa) yang terkait dengan faktor-faktor keluarga.
Kedua, kelaurga. Keluarga yang menjadi fokus kunjungan rumah meliputi kondis-kondisi yang menyangkut: (a) orang tua/ wali siswa, (b) anggota keluarga yang lain, (c) orang yang tinggal dalam lingkungan keluarga yang bersangkutan, (d) kondisi fisik rumah, isinya dan lingkungannya, (e) kondisi ekonomi dan hubungan sosio-emosional yang terjadi dalam keluarga. Semua kondisi-kondisi yang berkenaan dengn keluarga di atas, dinanalisis dan dicermati dalam kaitannyah dengan diri dan  permasalahan (kasus) siswa.
Ketiga, konselor (pembimbing). Konselor bertindak sebagai perencana, pelaksana, sekaligus pengguna hasil-hasil kunjungan rumah. Seluruh kegiatan kunjungan rumah dikaitkan langsung dengan  pelayanan bimbingan dan konseling dan kegiatan pendukung layanan bimbingan dan konseling lainnya.

IV.   Teknik
Hal-hal yang terkait dengan teknik kunjungan rumah adalah: format, materi, peran klien, kegiatan, undangan terhadap keluarga, waktu, dan tempat serta evaluasi.
Pertama, format. Kunjungan rumah dapat dilakukan mengikuti format lapangan dan politik. Melalui kunjungan rumah, konselor memasuki lapangan permasalah klien (siswa) yang menjangkau kehidupan keluarga klein. Melalui kunjungan rumah, konselor memasuki lapangan permasalahan klien (siswa) yang menjangkau kehidupan keluarga klien.
Kedua, materi. Dalam merencanakan kunjungan rumah, konselor mempersiapkan berbagai informasi umum dan data tentang klien yang layak diketahui oleh orang tua  dan anggota keluarga lainnya dengan catatan: (a) tidak melanggar asas kerahasian klien, (b) semata-mata untuk pendalaman masalah dan penuntasan penanganannya.
Ketiga¸perean klien (siswa). Keikutsertaan  (peran) siswa dalam kegiatan kunjungan rumah, diwujudkan melalui persetujuannya terhadap penyelenggaraan kunjungan rumah. Konselor atau pembimbing perlu mempertimbangkan secara matang apakah siswa akan dilibatkan atau tidak dalam pembicaraan antara konselor (pembimbing) dengan anggota keluarga yang dikunjungi.
Keempat, kegiatan. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh konselor dalam melakukan kunjungan rumah adalah melakukan pembicaraan (wawancara) dengan anggota keluarga kunci dan anggota keluarga lainnya sesuai dengan permasalahan siswa.
Kelima. Undangan terhadap keluarga. Apabila tidak memungkinkan untuk dilalukan, kunjungan rumah dapat diganti dengan undangan terhadap keluarga. Orang tua ada atau anggota keluarga lainnya dapat diundang misalnya ke sekolah atau tempat-tempat lainnya sesuai dengan permasalahan siswa.
Keenam, waktu dan tempat. Kapan maupun berapa laam kunjungan rumah dilakukan tergantung kepada perkembangan proses pelayanan terhadap siswa. Kunjungan rumah dapat dilakukan pada awal atau bahkan sebelum  pelayanan, ketika proses pelayanan sedang berlangsung atau sebagai tindak lanjut dari pelayanan tertentu.
Ketujuh,evaluasi. Untuk mengetahui hasil-hasil dari kunjungan rumah, harus dilakukan evaluasi. Evaluasi terhadap pelaksanaan kunjugan rumah dalam konteks pelayanan bimbingan dan konseling, dapat mencakup proses dan hasil-hasilnya (sejak dari perencanaan hingga akhir secara berkelanjutan selama proses kunjungan rumah berlangsung).

V.      Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan kunjungan rumah juga menempuh tahap-tahap kegiatan seperti; perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evalusi, tindak lanjut, dan laporan.
Pertama, perancanaan. Pada tahap perencanaan, hal-hal yang dilakukan adalah: (a) menetapkan kasus siswa, (b) meyakinkan siswa tentang pentingnya kunjungan rumah, (c) meyiapkan data atau informasi pokok yang perlu dikomunikasikan dengan keluarga, (d) menetapkan materi kunjungan rumah atau data yang perlu diungkapkan dan peranan masing-masing anggota keluarga yang ditemui, (e) menyiapkan kelengkapan adminsintrasi.
Kedua, pelaksanaan. Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan adalah: (a) mengomunikasikan rencana kegiatan kunjungan rumah kepada berbagai pihak yang terkait, (b) melakukan kunjungan rumah dengan melakukan kegiatan: (1) bertemu orang tua atau wali siswa, (2) membahas permasalah siswa, (3) melengkapi data, (4) mengembangkan komitmen orang tua, (5) menyelenggarakan konseling keluarga apabila memungkinkan, (6) merekam dan menyimpulkan hasil kegiatan.
Ketiga, evaluasi. Padad tahap ini hal-hal yang dilakukan  adalah: (a) mengevaluasi proses pelaksanaan kunjungan rumah, (b) mengevaluasi kelengkapan dan kekurangan hasil kunjungan  rumah, (c) mengevaluasi penggunaan data hasil kunjungan rumah untuk  mengentaskan masalah siswa.
Keempat, analisis hasil evaluasi. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah melakukan analisis terhadap efektivitas penggunaan hasil kunjungan rumah terhadap pemecahan kasus siswa.
Kelima, tindak lanjut. Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan adalah: (a) mempertimbangkan apakah yang perlu dilakukan kunjungan rumah ulang atau lanjutan, (b) mempertimbangkan hasil tindak lanjut layanan dengan menggunakan data hasil kunjungan rumah yang lebih lengkap dan akurat.
Keenam, laporan. Pada tahap ini, pembimbing  melakukan kegiatan: (a) menyusun laporan kegiatan kunjungan rumah, (b) menyampaikan laporan hasil kunjungan rumah kepada berbagai pihak yang terkait, (c) mendokumentasikan hasil kunjungan rumah.

E.       ALIH TANGAN KASUS
I.         Makna
Bagaimanapun konselor atau pembimbing adalah manusia biasa yang selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan. Tidak semua masalah siswa berada dalam pengetahaun pembimbingan untuk memecahkannya. Demikian juga tidak semua kasus atau masalah siswa berada dalam kewenangan konselor atau pembimbing untuk pemecahan yang baik secara keilmuan  maupun profesi. Adakalanya kasus-kasus tertentu berada dalam kewenangan psikologi, dan penanganannya merupakan kewenangan psikolog atau psikiater.

II.      Tujuan
Secara umum alih tangan kasus atau layanan rujukan bertujuan untuk memperoleh pelayanan yang optimal dan pemecahan masalah klien secara lebih tuntas. Sedangkan secara lebih khusus, alih tangan khusus, tujuan alih tangan kasus terkait dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling. Apabila merujuk kepada fungsi pengentasan, alih tangan kasus bertujuan untuk memperoleh pelayanan yang lebih spesifik dan menuntaskan masalah siswa. Apabila merujuk kepada fungsi pencegahan, tujuan alih tangan kasus adalah tercegahnya siswa dari masalah-masalah lain yang lebih parah.
III.   Komponen
Ada tiga komponen pokok dalam alih tangan kasus, yaitu klien dengan masalahnya, konselor, dan ahli lain.
Pertama, klien (siswa) dan masalahnya. Dalam rangka alih tangan kasus, harus dikenali masalah-masalah apa yang merupakan kewenangan konselor untuk memecahkannya dan masalah-masalah apa saja yang bukan kewenangan  konselor untuk memecahkannya.
Kedua, konselor (pembimbing). Konselor sangat dituntut untuk mampu mengenali secara langsung keadaan keabnormalan  siswa dan substansi masalah siswa. Konselor bekerja dengan orang-orang yang sehat, oleh sebab itu hanya siswa-siswa yang normal  saja yang ditangani oleh konselor.
Ketiga, ahli lain. Konselor atau pembimbing bekerja juga atas prinsip kerja sama baik dengan sesame kolega (sesama  konselor atau pembimbing  lain dan juga ahli-ahli yang terkait). Dengan prinsip kerja tersebut, pemecahan masalah klien dapat dilakukan secara tuntas.

IV.   Teknik
Beberapa hal yang terkait dengan teknik alih tangan kasus adalah: pertimbangan, kontak, waktu dan tempat,  dan evaluasi.
Pertama, pertimbangan. Sebelum dilakukan alih tangan kasus, terlebih dahulu dipertimbangkan perlunya kegiatan itu dilakukan. Pertimbangan-pertimbangan itu diperoleh melalui diskusi mendalam.
Kedua, kontak. Kontak konselor atau pembimbing dengan ahli-ahli yang terkait dapat dilakukan melalui surat, telepon, atau SMS atau dengan cara tertentu lainnya. Apabila konselor telah  memperoleh kepastian (kontak positif) dengan ahli tertentu, selanjutnya konselor boleh meminta siswa bertemu dengan ahli tersebut.
Ketiga, waktu dan tempat. Alih tangan kasus diselenggarakan setelah siswa memutuskan untuk alih tangan kasus dan ahli lain yang terkait dengan alih tangan kasus merespon secara positif untuk diselenggarakannya alih tangan kasus. Alih tangan kasus dapat diselenggarakan pada awal pelayanan terdahulu atau setelah proses pelayanan berlangsung beberapa lama.
V.      Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan alih tangan kasus menempuh beberapa langkah, yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evaluasi, dan tindak lanjut serta penyusunan  laporan.
Pertama, perencanaa. Yang dilakukan tahap ini adalah: (a) menetapkan kasus atau siswa yang memerlukan alih tangan kasus, (b) meyakinkan siswa tentang pentingnya alih tangan kasus, (c) menghubungi ahli lain yang terkait dengan kasus yang sedang dipecahkan, (d) menyiapkan materi yang akan diserta dalam alih tangan kasus, (e) menyiapkan kelengkapan administrasi.
Kedua, pelaksanaan. Yang dilakukan tahap ini adalah: (a) mengomunikasikan rencana alih tangan kasus kepada pihak lain dan, (b) mengalihtangankan klien kepada ahli lain yang terkait dengan kasus yang sedang dipecahkan.
Ketiga, evaluasi. Yang dilakukan pada tahap ini adalah: (a) membahas hasil alih tangan kasus melalui klein yang bersangkutan, laporan ahli yang terkait dengan kasus alihtangankan, dan analisis hasil alih tangan kasus, (b) mengkaji hasil alih tangan kasus terhadap pengentasan masalah siswa.
Kempat,anlisis hasil evaluasi. Yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan analisis terhadap efektivitas alih tangan kasus berkenaan dengan pengentasan masalah klien secara menyeluruh.
Kelima, tindak lanjut. Pada tahap ini, yang dilakukan adalah menyelenggarakan layanan lanjutan oleh pemberi layanan terdahulu dan atau alih tangan kasus lanjutan.
Keenam, menyusun laporan. Yang dilakukan adalah: (a) menyusun laporan kegiatan alih tangan kasus, (b) meyampaikan laporan  terhadap pihak-pihak terkait, dan (c) mendokumentasikan laporan.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Kegiatan pendukung bimbingan dan konseling adalah usaha untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang diri peserta didik (klien) dan  keterangan tentang lingkungannya, baik itu di lingkungan keluarga, sekolah, ataupun dilingkungan sekitarnya. Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung Dalam hal ini, terdapat lima jenis kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, yaitu:
1.    Aplikasi Instrumentasi
Adalah  upaya pegungkapan melalui pengukuran dengan memakai alat ukur atau instrument tertentu. Hasil aplikasi ditafsirkan, disikapi dan digunakan untuk memberikan perlakuan terhadap klien dalam  bentuk layanan konseling.
2.    Himpunan data
Adalah kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup. Kegiaran ini memiliki fungsi pemahaman.
3.    Konferensi kasus
Adalah kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan klien.Kegiatan konferensi kasus memiliki fungsi pemahaman dan pengentasan.
4.    Kunjungan rumah
Kunjungan rumah merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga untuk mengentaskan permasalahan klien. Kegiatan kunjungan rumah memiliki fungsi pemahaman dan pengentasan.
5.    Alih Tangan Kasus
Merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten. Fungsi kegiatan ini adalah pengentasan.
Sementara itu tujuan dari kegiatan pendukung bimbingan konseling ini adalah diperolehnya data – data yang akurat dan baik demi mewujudkan terselesaikannya masalah – masalah yang dihadapi klien dan juga pemahaman terhadap layanan bimbingan dan konseling.

B.   Saran-Saran
Saran yang ingin penulis kemukakan dalam kegiatan pendukung bimbingan dan konseling ini adalah antara konselor dan klien harus sungguh-sungguh dalam pemecahan masalah-masalah yang dihadapai klien, demi kepentingan pribadi klien dan konselor tersebut. Setiap kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan perencanaan yang disetujui.


  
DAFTAR PUSTAKA


Dedi, Supriyadi. Bimbingan Dan Konseling, Fak Psikologi UM Surakarta, 2004.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.
Ridwan, M.Pd. Penanganan Efektif Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Penerbit:  Pustaka Pelajar.
Tohirin. 2008. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: Raja Grapindo Persada.
WS.Winkell. Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Grasindo. 1993.


1 komentar: